Iklan Atas

Saturday, October 14, 2006

Toshiba Tecra S1

    Toshiba Tecra S1 adalah notebook pertama penulis yang penulis bangga-banggakan. Waktu dulu beli seharga 15 juta notebook ini merupakan notebook flagship toshiba untuk kalangan bisnis. Dengan bekal merek terkenal, flagship, dan garansi tiga tahun serta spec yang canggih, maka tak salahlah penulis sangat membangga-banggakan notebook ini. Flagship merupan suatu istilah yang berarti pimpinan. Dalam sebuah merek, yang dibicarakan orang-orang selalu yang flagshipnya. Tetapi yang paling laku adalah yang entry level dan mainstream. Yang paling tidak laku tapi margin keuntungan paling tinggi adalah tipe hi-end. Produk Hi-End dalam satu merek itu ada beberapa, tapi produk flagship itu hanya satu. Contoh Flagshipnya prosesor Intel saat ini (14-10-2006) adalah X6800, sedang Hi-Endnya adalah X6800, X6700.

    Bersadarkan artikel yang sebelumnya penulis selalu membeli barang dengan kisaran harga yang sama. Mengapa? Karena murah. Definisi murah itu ada dua macam, secara kualitas atau kuantitas. Murah secara kualitas contohnya ya harddisk yang selalu dibeli penulis yang sekitar 1,4 juta, karena kapasitas / harga haddisk tersebut selalu paling murah dibanding yang lain. Sedang murah secara kuantitas itu contohnya membeli printer entry level. Karena ganti tinta dua kali sama dengan beli printer baru satu lagi. Karena itu penulis menyarankan (terutama buat bekerja) agar mencari barang komputer sesuai dengan harga dan kebutuhan. Jangan harga murah aja yang jadi pedoman. Karena biasanya barang seperti itu biasa operasionalnya malah lebih tinggi dan pada akhirnya hanya dalam beberapa bulan biaya pembelian + biaya operasionalnya bisa lebih banyak dibanding barang yang murah secara kualitas.

    Apa sih kebutuhan penulis membeli notebook? Apakah hanya itu gaya-gayaan atau gengsi semata? Sebagai seorang yang suka komputer atau barang berteknologi tinggi penulis dituntut untuk dapat mengoptimalkan penggunaan barang-barang tersebut, disamping tentu saja uang untuk membelinya :D. Notebook tersebut tentunya TELAH digunakan untuk hal-hal yang penting, seperti:

  • Kerja Kelompok
  • Berinternet secara gratis melalui Wi-Fi STTS
  • Mengerjakan tugas di kampus
  • Tempat mengcopy file
  • Komputer cadangan (Jika PC rumah bermasalah)
  • Ada Baterai (tidak takut listrik padam)
  • Mobile (bisa dibawa kemana mana)
  • Kalau pulang ke mojokerto ndak susah bawa komputer (cukup seperti setiap hari membawa laptop ke kampus)
  • Presentasi hasil kerja
  • Merekam suara (via mic build in)
  • Transfer Inframerah
  • Mengencode film (karena notebook ini 3/2 x lebih cepat dari PC Rumah)
  • Download-download 24 jam (waktu internet unlimited masih marak)
  • Main game (jujur :D à karena VGA nya juga lebih kuat dari PC Rumah)
  • Setting-setting lan (tanpa simulasi)
  • Dan lain lain

Masalahnya adalah penulis tipe orang yang road warrior :D. Dengan bersenjatakan sebuah Tecra S1 dan Yamaha Cripton penulis selalu pergi kemana-mana dengan kedua alat tersebut. Karena Tecra adalah segment notebook yang buat bisnis maka seharusnya notebook tersebut memang dibuat untuk dibawa-bawa. Sekitar satu tahun lebih ternyata motherboardnya rusak. Karena masih garansi langsung saja motherboardnya dapet gamti baru dan semua baik-baik saja. Kemungkinan besar karena waktu itu penulis masih malu-malu membawa notebook ke kampus jadi pakai tas yang biasa yang tidak ada pelindungnya. Penulis terus berjuang dengan 256 MB ddr memori dan HDD 4200 rpm (masih mending kalau raptor raid 0 buat swap file), akhirnya penulis mengupdate memori ke 512 MB x 2. Beberapa bulan setelah itu terjadilah musibah yang menyedihkan.

Bulan Mei 2006. Komputer penulis tiba-tiba tidak mau menyala. Kalau ndak salah ingat kejadiannya deket-deket ama sidang besar nya teman penulis yaitu Diona Laupato. Saat itu penulis langsung membawa notebook tersebut ke toko penjualnya. Oleh penjualnya pertama dikira memorinya dan setelah diutak-atik tidak berhasil, akhirnya dibawalah notebook tersebut ke Jakarta. Waktu itu penulis kira langsung dikasih ke Aneka Infokom (distributor Laptop Toshiba Indonesia) untuk diganti motherboardnya. Ternyata beberapa bulan telah berlalu. Akhirnya "Aneka" yang Jakarta sudah menyerah dan laptop penulis kembali ke Surabaya. Laptop tersebut tetap tidak menyala L.

Dengan pantang menyerah penulis membawa laptop tersebut ke Toshiba Service Center di Hi Tech Mall (THR) yang baru buka. Disana setelah diminta kartu garansi dan nota pembelian laptop penulis dikirim ke Aneka Jakarta. Loh kok? Ternyata setelah dibongkar-bongkar laptop penulis banyak yang segelnya sudah rusak bahkan modemnya sudah hilang dan charger yang dikasih berbeda dengan charger penulis asli. Toshiba service center dengan penuh kecurigaan menatap motherboard Laptop milik penulis. Setelah dikonfirmasi dengan toko tempat saya beli, ternyata laptop saya bukan dibawa ke Aneka Jakarta, tetapi ke sebuah toko tempat toko ini beli. Di Toko Jakarta ini lah Laptop saya dikacau balaukan tanpa menyegel ulang semua. Akhirnya di Aneka Jakarta dengan dua alasan itu yaitu: motherboardnya udah ndak disegel dan garansi habis, mereka menawarkan motherboard baru. Motherboard tersebut harganya Rp 7.300.000,00.

Bukan main kagetnya penulis dan mama penulis (karena beliau yang membelikan). Masa laptop beli 15 juta di hari raya setelah puasa 2003 sekarang jadi hanya 2 juta (kalau dijual dalam keadaan mati)!!! Di tempat-tempat penjualan laptop bekas Toshiba Tecra S1 dijual antara 6 jutaan. Dengan uang 7,3 juta maka penulis dapat membeli laptop baru!!! Toshiba emang GILA !!! Setelah tanya kesana kemari ternyata Toshiba Tecra S1 memang CACAT (silahkan buktikan kalau ndak percaya)!!! Semua Toshiba Tecra S1 sering rusak memori VGA nya yang mau ndak mau harus ganti motherboardnya!!!. Setelah sekian lama hidup bersama, masa nasibnya seperti begini? Tadi penulis keliling THR untuk mencari motherboard bakas untuk laptop penulis dan hasilnya adalah TIDAK ADA. Mengapa? Karena ya itu tadi SEMUA Tecra S1 yang rusak ya Motherboarnya!!! Banyak juga yang cari motherboard untuk Tecra S1 termasuk penulis. Penulis berencana akan menyebar luaskan hal ini ke berbagai media mulai koran sd televisi.

Seharusnya Toshiba membuat penawaran yang lebih masuk akal!!! Motherboard 2 juta penulis rasa masih wajar, tapi 7,5 juta? Kalau uang nemu (ndak nyari) mungkin 75 juta pun penulis ndak keberatan. Kalau notebook biasa (yang ndak CACAT), garansi habis ya mungkin nasib sial, tapi kan ini notebook CACAT. Paling tidak ada penawaran 5 – 7 juta untuk notebook penulis ditukari dengan Tecra M7 atau yang baru!!! Paling tidak ini masih jauh lebih masuk akal. Berani membuat harus berani bertanggung jawab!!! Laptop Dell aja yang baterainya CACAT berani menukari dengan baterai baru yang bebas CACAT. Saya heran dengan Toshiba yang aneh ini. Diluar negeri saya bisa menuntut. Sayang ini di Indonesia. Penulis beraninya hanya lewat belakang? Tidak juga, penulis masih berdiplomatis dengan Toshibanya. Kalau ternyata tidak bisa ya terpaksa pakai cara kekerasan!!!

Semoga tulisan singkat penulis ini dapat membantu pembaca dalam membeli notebook yang baik.